
Warren Buffett memangkas kepemilikan Apple hingga 69% dan beralih membeli saham Domino’s Pizza, yang sejak 2005 memberikan imbal hasil 4.270%. Apa alasan di balik langkah ini dan bagaimana prospeknya ke depan?
KabarPialang – Warren Buffett, investor legendaris sekaligus CEO Berkshire Hathaway, kembali membuat gebrakan di pasar saham. Setelah lama dikenal sebagai salah satu penggemar berat Apple Inc., Buffett dan tim manajemen investasinya— Todd Combs serta Ted Weschler—memutuskan untuk memangkas kepemilikan di raksasa teknologi tersebut. Sebaliknya, mereka justru mengalihkan perhatian ke Domino’s Pizza, perusahaan restoran yang secara konsisten mencatatkan pertumbuhan bisnis dan telah memberikan imbal hasil spektakuler sebesar 4.270% sejak 2005.
Langkah ini menjadi sorotan besar, mengingat Buffett selama puluhan tahun kerap menganjurkan filosofi investasi berbasis nilai, kesabaran, dan fundamental yang kuat. Saham Berkshire Hathaway sendiri tercatat tumbuh hampir dua kali lipat lebih cepat dibandingkan indeks S&P 500 dalam enam dekade terakhir.
Buffett Kurangi Kepemilikan Apple
Menurut laporan The Motley Fool, Buffett kembali menjual saham Apple pada kuartal kedua 2025. Jika ditotal sejak aksi jual pertama pada kuartal ketiga 2023, kepemilikan Berkshire Hathaway atas Apple telah dipangkas sebesar 69%.
Keputusan ini tentu mengejutkan, apalagi Apple baru saja melaporkan kinerja keuangan yang cukup positif pada kuartal Juni. Pendapatan naik 10% menjadi US$ 94 miliar, laju pertumbuhan tercepat sejak 2021, berkat penjualan iPhone dan layanan digital yang terus meningkat. Laba bersih per saham (GAAP EPS) pun melonjak 12% menjadi US$ 1,57.
Namun, di balik pencapaian tersebut, ada sejumlah risiko yang membuat Apple tidak lagi terlihat semenarik sebelumnya bagi Buffett. Digital Markets Act (DMA) di Uni Eropa memaksa Apple membuka perangkatnya untuk toko aplikasi pihak ketiga. Hal ini berpotensi menekan pendapatan layanan dari App Store.
Selain itu, gugatan antimonopoli yang melibatkan Alphabet juga bisa memengaruhi pendapatan Apple dari kesepakatan dengan Google. Menurut analis Jefferies, dampaknya bisa memangkas laba sebelum pajak hingga 7%.
Masalah lain adalah valuasi saham Apple. Meski laba diperkirakan naik 10% per tahun dalam tiga tahun mendatang, valuasinya yang mencapai 35 kali laba dinilai terlalu mahal. Rasio PEG (Price-to-Earnings-to-Growth) Apple berada di angka 3,5, jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaan teknologi besar lain seperti Amazon, Nvidia, atau Alphabet yang masih di bawah 2.
Domino’s Pizza: Strategi Baru Buffett
Sementara Warren Buffett melepas sebagian Apple, ia menjadi semakin agresif dalam membeli saham Domino’s Pizza selama tiga kuartal berturut-turut. Restoran cepat saji ini berhasil mencatatkan pertumbuhan yang konsisten selama hampir dua dekade terakhir.
Pada kuartal kedua 2025, Domino’s melaporkan pendapatan sebesar US$ 1,1 miliar, naik 4% dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penjualan di toko yang sama (same-store sales) sebesar 3,4% serta pembukaan 178 gerai baru.
Meski laba bersih GAAP turun 6% menjadi US$ 3,81 per saham karena kerugian investasi strategis, laba operasional justru melonjak 15% menjadi US$ 225 juta. Angka ini dianggap lebih relevan untuk mengukur kinerja riil bisnis inti perusahaan.
Dengan lebih dari 21.500 gerai di 90 negara, Domino’s saat ini menyandang gelar perusahaan pizza terbesar di dunia. Keunggulan terletak pada inovasi teknologi. Domino’s menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memantau kualitas pesanan dan melacak sentimen pelanggan. Strategi ini terbukti membuat penjualan per toko melampaui pesaing utama.
Strategi “Hungry for More”
Domino’s juga meluncurkan rencana lima tahun bertajuk “Hungry for More”, dengan target pertumbuhan penjualan ritel 7% per tahun dan kenaikan laba operasional 8% hingga 2028. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, perusahaan berencana membuka 5.500 gerai baru serta terus memperkuat penawaran promosi dan inovasi menu.
CEO Domino’s, Russ Weiner, menegaskan bahwa strategi ini sudah menunjukkan hasil. Salah satu contoh suksesnya adalah peluncuran Parmesan Stuffed Crust Pizza, yang menjadi salah satu menu baru paling populer sepanjang sejarah perusahaan. Selain itu, integrasi dengan platform pengantaran makanan seperti DoorDash dan Uber Eats diyakini akan memperluas jangkauan konsumen di tahun-tahun mendatang.
Wall Street memperkirakan pendapatan Domino’s akan naik sekitar 10% per tahun selama tiga tahun ke depan. Meski valuasi saham saat ini yang setara 27 kali pendapatan terlihat relatif mahal, investor menilai prospek pertumbuhan jangka panjangnya masih sangat menarik.
Apa yang Bisa Dipelajari Investor?
Peralihan Buffett dari Apple ke Domino’s menegaskan bahwa bahkan saham perusahaan teknologi besar dengan kinerja baik tetap bisa ditinggalkan bila valuasinya sudah terlalu tinggi atau menghadapi risiko regulasi signifikan.
Di sisi lain, investasi berkelanjutan di Domino’s menunjukkan kecenderungan Buffett untuk memilih perusahaan dengan model bisnis sederhana, brand kuat, dan strategi ekspansi yang jelas. Domino’s menawarkan kombinasi pertumbuhan stabil dan kemampuan adaptasi melalui inovasi teknologi serta strategi pemasaran agresif.
Keputusan Warren Buffett memangkas kepemilikan Apple dan meningkatkan investasi di Domino’s Pizza mencerminkan filosofi klasiknya: membeli bisnis hebat dengan harga yang wajar, bukan bisnis bagus dengan harga mahal.
Bagi investor ritel, langkah ini bisa menjadi pelajaran penting untuk selalu menimbang fundamental, risiko regulasi, valuasi, dan potensi pertumbuhan jangka panjang sebelum mengambil keputusan investasi.