
Keputusan Pengadilan Banding AS soal tarif Trump berisiko memperpanjang ketidakpastian perdagangan global. Investor menghadapi potensi aturan baru, tarif agresif, dan kabut kebijakan hingga berbulan-bulan.
KabarPialang – Pasar keuangan global kembali diterpa ketidakpastian baru setelah Pengadilan Banding Amerika Serikat pada Jumat (30/8) mengumumkan keputusan penting terkait tarif impor era Presiden Donald Trump. Putusan ini berpotensi merombak fondasi hukum kebijakan perdagangan AS, sekaligus memperpanjang “kabut perdagangan” yang selama ini mengganggu investor dan perusahaan global.
Putusan 7-4 yang Mengguncang Fondasi Tarif Trump
Dalam keputusan dengan perbandingan suara 7-4, pengadilan banding menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang membatalkan tarif berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA). Langkah ini menjadi pukulan keras bagi arsitektur hukum tarif Trump, karena sebagian besar kebijakan pungutan impor mantan presiden itu dikeluarkan dengan dasar hukum tersebut.
Menurut Adam Crisafulli, analis pasar dari Vital Knowledge, hasil ini sebenarnya sudah banyak diperkirakan. “Yang mengejutkan bukanlah keputusan pengadilan yang menguatkan putusan sebelumnya, tetapi fakta bahwa ada empat hakim yang berbeda pendapat,” tulisnya dalam catatan analisis.
Dampak Langsung Ditunda, Semua Mata ke Mahkamah Agung
Meskipun putusan sudah diumumkan, dampak langsung belum terasa. Pengadilan banding menahan implementasi keputusan hingga Mahkamah Agung AS memutuskan apakah akan menerima banding. Pemerintah diberi waktu hingga 14 Oktober untuk mengajukan permohonan.
Jika pada akhirnya Mahkamah Agung menguatkan putusan ini, sebagian besar tarif yang dikeluarkan di bawah IEEPA bisa saja dibatalkan secara permanen. Artinya, seluruh struktur kebijakan tarif era Trump berpotensi runtuh, memberi angin segar bagi pelaku pasar.
Bagi investor, skenario tanpa tarif tentu dianggap positif karena beban biaya bagi konsumen maupun perusahaan akan menurun. Selain itu, dalam kondisi tanpa tekanan tarif, The Federal Reserve akan memiliki ruang lebih leluasa untuk memangkas suku bunga guna menjaga pertumbuhan ekonomi.
Ancaman Baru Pergeseran ke Pasal 232
Namun, investor belum bisa bernapas lega. Crisafulli memperingatkan bahwa Gedung Putih tidak akan serta-merta meninggalkan strategi dagang yang keras. Sebaliknya, pemerintah diperkirakan akan beralih menggunakan Pasal 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan 1962, yang memungkinkan pengenaan tarif atas dasar alasan keamanan nasional.
Pergeseran ini justru bisa memicu bulan-bulan investigasi baru dan menambah lapisan ketidakpastian. “Kita bisa melihat kabut perdagangan berlangsung lebih dari enam bulan,” kata Crisafulli.
Tarif sebagai Pajak Tersembunyi
Selain aspek legal, isu pendapatan negara juga menjadi bahan diskusi. Pemerintahan Trump selama ini mengandalkan tarif untuk mendatangkan ratusan miliar dolar setiap tahun, bahkan dalam beberapa proyeksi nilainya bisa melebihi $500 miliar.
Namun, tarif pada dasarnya adalah bentuk pajak. “Ketika Anda mengenakan pajak pada sesuatu, hasilnya biasanya adalah berkurangnya aktivitas tersebut,” jelas Crisafulli. Bagi perusahaan, hal ini berarti biaya tambahan yang muncul tanpa prediksi jelas. Lebih buruk lagi, kebijakan tarif seringkali berubah-ubah mengikuti keputusan politik, sehingga dunia usaha menghadapi ketidakpastian harian yang tidak bisa dikendalikan.
Risiko Lebih Besar bagi Pasar dan Perusahaan AS
Bagi pasar modal, risiko utama bukan hanya soal beban tarif itu sendiri, tetapi juga instabilitas kebijakan perdagangan AS. Investor semakin khawatir bahwa bukan kepastian yang akan tercipta, melainkan putaran baru ketidakjelasan dengan tarif yang lebih luas dan agresif.
Ketidakpastian ini sangat berbahaya di tengah valuasi pasar saham yang saat ini relatif tinggi. Perusahaan-perusahaan Amerika berpotensi menanggung biaya tambahan yang signifikan, sementara konsumen harus menghadapi harga barang impor yang lebih mahal.
Prospek ke Depan: Menunggu Putusan Mahkamah Agung
Bagi banyak pelaku pasar, titik krusial selanjutnya adalah apakah Mahkamah Agung akan menerima banding pemerintah dan bagaimana putusan akhirnya. Jika Mahkamah Agung menolak atau menguatkan keputusan sebelumnya, itu akan menjadi sinyal positif bagi perdagangan global karena struktur tarif Trump bisa dibongkar.
Namun, jika Gedung Putih benar-benar mengalihkan dasar hukum tarif ke Pasal 232, investor harus bersiap menghadapi periode panjang penuh ketidakpastian, investigasi baru, dan potensi tarif tambahan.
Kabut Perdagangan Belum Akan Hilang
Putusan pengadilan banding AS memang memberi harapan bagi sebagian pelaku pasar yang menginginkan dunia tanpa tarif, tetapi jalan menuju kepastian masih panjang. Risiko pergeseran ke jalur hukum lain membuat kabut perdagangan global kemungkinan tetap menyelimuti ekonomi dunia dalam enam bulan atau bahkan lebih.
Bagi investor, langkah paling bijak adalah tetap waspada dan memantau perkembangan hukum serta kebijakan dagang AS. Pada akhirnya, ketidakpastian ini akan terus menjadi faktor kunci yang menentukan arah pasar global.