
OJK resmi membubarkan Dana Pensiun Jiwasraya pasca pencabutan izin usaha perusahaan. Ribuan pensiunan kini cemas karena hak senilai ratusan miliar rupiah belum sepenuhnya terbayar.
KabarPialang – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengambil langkah tegas dalam proses penyelesaian kisruh keuangan Asuransi Jiwasraya. Setelah mencabut izin usaha Jiwasraya pada 16 Januari 2025, kini OJK resmi membubarkan dua badan pengelola dana pensiun milik perusahaan tersebut, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Jiwasraya.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai nasib ribuan pensiunan yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidup dari dana pensiun Jiwasraya.
Alasan Hukum Pembubaran
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa langkah ini sudah sesuai dengan Pasal 183 UU P2SK. Aturan tersebut menyebutkan bahwa salah satu alasan pembubaran dana pensiun adalah jika pendiri dana pensiun sudah dibubarkan.
“Pembubaran ini merupakan bagian dari proses likuidasi Asuransi Jiwasraya yang saat ini sedang berjalan. OJK memastikan semua tahapan penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Ogi dalam pernyataan tertulis, Kamis (18/9/2025).
Nasib Peserta DPPK dan DPLK Jiwasraya
Ogi menegaskan bahwa peserta dana pensiun Jiwasraya tetap memiliki hak yang dilindungi undang-undang. Namun, mekanisme penyelesaiannya berbeda antara DPPK dan DPLK:
-
Peserta DPPK Jiwasraya
Peserta DPPK adalah karyawan Jiwasraya sendiri. Hak pensiun mereka akan diselesaikan melalui likuidasi aset. Artinya, pembayaran manfaat pensiun bergantung pada hasil valuasi aktuaria serta laporan keuangan audited. -
Peserta DPLK Jiwasraya
Berbeda dengan DPPK, DPLK Jiwasraya bisa dimiliki masyarakat umum yang secara sukarela membeli produk pensiun Jiwasraya. OJK memastikan kewajiban ini akan dialihkan ke DPLK lain yang dipilih pemberi kerja atau kelompok peserta, sehingga manfaat yang dijanjikan tetap terlindungi.
Keluhan Pensiunan Jiwasraya
Meski OJK telah memberikan kepastian mekanisme penyelesaian, para pensiunan Jiwasraya masih menyuarakan keresahan. Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya mengaku hingga kini hak-hak mereka belum sepenuhnya dibayarkan.
Ketua Perkumpulan, De Yong Adrian, membeberkan bahwa total kewajiban DPPK Jiwasraya terhadap mantan karyawan mencapai Rp371,8 miliar. Namun hingga akhir 2024, sisa kewajiban yang belum terbayarkan masih sebesar Rp239,7 miliar.
“Sampai saat ini belum ada kejelasan kapan direksi Jiwasraya akan melunasi kewajibannya 100% kepada para pensiunan. Kami khawatir ketika likuidasi dilakukan, hak-hak pensiunan justru hilang begitu saja,” ungkap De Yong dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (3/2/2025).
Saat ini, tercatat 7.000 orang pensiunan Jiwasraya masih menunggu kepastian pembayaran dana pensiun mereka.
Aset Jiwasraya Dinilai Tidak Cukup
Kekhawatiran pensiunan kian membesar karena aset Jiwasraya diperkirakan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban. Luthfi, salah satu perwakilan pensiunan, mengungkapkan bahwa aset DPPK Jiwasraya hanya senilai Rp654,5 miliar, dengan aset neto likuid sebesar Rp149,1 miliar.
Padahal, kewajiban yang harus ditanggung masih mencapai Rp354 miliar. Lebih parah lagi, berdasarkan audit BPKP, terdapat indikasi fraud senilai Rp257 miliar dari total kewajiban tersebut.
Jika dugaan kecurangan itu terbukti, kondisi keuangan Jiwasraya semakin sulit menutupi seluruh hak pensiunan.
DPR Ikut Soroti Masalah
Komisi VI DPR RI ikut menyoroti persoalan ini. Anggota dewan menilai pemerintah harus turun tangan lebih serius agar ribuan pensiunan Jiwasraya tidak dirugikan. Selain itu, DPR mendesak agar proses likuidasi dilakukan secara transparan, termasuk penyelidikan atas potensi fraud yang terungkap.
Banyak pihak menilai, kasus Jiwasraya menjadi pelajaran penting dalam tata kelola industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia. Lemahnya pengawasan, praktik manajemen yang buruk, hingga potensi kecurangan menyebabkan kerugian besar, bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga ribuan pensiunan yang seharusnya menikmati masa tua dengan tenang.
Tantangan Penyelesaian Likuidasi
Pembubaran dana pensiun Jiwasraya hanyalah satu bagian dari rangkaian panjang restrukturisasi perusahaan yang sudah lama bermasalah. Proses likuidasi diperkirakan memakan waktu lama karena harus melalui valuasi aset, penyelesaian kewajiban, hingga kemungkinan investigasi hukum terkait dugaan fraud.
OJK berjanji akan terus mengawasi agar mekanisme penyelesaian tetap berpihak kepada peserta dana pensiun. Namun, banyak pengamat menilai kepastian waktu pembayaran masih sangat abu-abu, terutama mengingat aset yang tersedia jauh lebih kecil dibanding kewajiban.
Ribuan Pensiunan Masih Menanti
Dengan kondisi tersebut, ribuan pensiunan Jiwasraya masih harus bersabar menunggu kejelasan nasib mereka. Sebagian besar menggantungkan kehidupan sehari-hari dari manfaat pensiun yang belum juga cair. Ketidakpastian ini menciptakan keresahan, terlebih bagi pensiunan yang sudah lanjut usia.
Para pensiunan berharap pemerintah, OJK, serta DPR bisa memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Jika tidak, kasus Jiwasraya bisa menjadi preseden buruk dalam perlindungan hak pekerja dan kredibilitas industri dana pensiun di Indonesia.
Pembubaran Dana Pensiun Jiwasraya oleh OJK memang langkah hukum yang sesuai aturan, tetapi menimbulkan persoalan besar terkait nasib ribuan pensiunan. Dengan aset yang terbatas dan adanya indikasi fraud, kewajiban perusahaan terhadap pensiunan masih jauh dari kata tuntas.
Kini, bola ada di tangan pemerintah dan OJK untuk membuktikan komitmen melindungi peserta dana pensiun. Jika penyelesaiannya tidak jelas, kepercayaan publik terhadap industri asuransi dan dana pensiun bisa semakin tergerus.