
Harga minyak dunia melemah setelah OPEC+ dikabarkan akan menaikkan produksi pada November 2025. Apa dampaknya bagi pasar energi global dan arah kebijakan selanjutnya?
Harga minyak mentah dunia kembali melemah pada awal perdagangan pekan ini. Sentimen negatif muncul setelah laporan menyebutkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) berencana menaikkan produksi minyak pada November 2025.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (29/9/2025), harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak November 2025 turun 0,91% ke posisi US$65,12 per barel. Penurunan ini terjadi setelah pasar mencerna kabar bahwa OPEC+ akan meningkatkan pasokan lebih besar dibandingkan tambahan 137.000 barel per hari (bph) yang sudah dijadwalkan untuk Oktober.
Di sisi lain, dolar AS relatif stabil karena investor masih mencermati risiko potensi penutupan pemerintahan AS pekan ini, yang berpotensi memengaruhi sentimen global.
OPEC+ Bersiap Tambah Produksi
Menurut sumber yang dekat dengan pembahasan internal, OPEC+ akan membicarakan rencana penambahan pasokan baru dalam pertemuan daring pada 5 Oktober mendatang. Tambahan ini diperkirakan setara dengan jadwal Oktober, yaitu 137.000 bph, sebagai bagian dari kebijakan untuk mengaktifkan kembali pasokan sebesar 1,66 juta bph yang sebelumnya sempat ditangguhkan.
Kebijakan penambahan pasokan dilakukan secara bertahap setiap bulan. Meski begitu, kalangan industri memperingatkan risiko terjadinya kelebihan pasokan (oversupply) yang dapat menekan harga minyak global.
Namun sejauh ini, pasar energi dunia masih relatif mampu menyerap tambahan minyak tersebut. Bahkan harga minyak Brent masih tercatat naik 3% sepanjang bulan ini, menandakan bahwa permintaan global tetap kuat meskipun pasokan meningkat.
Kapasitas Produksi Jadi Kendala
Walau OPEC+ menyatakan komitmennya untuk menambah pasokan, sejumlah delegasi mengakui realisasi tambahan produksi kemungkinan lebih rendah dari target. Hal ini disebabkan keterbatasan kapasitas produksi di beberapa negara anggota yang tidak mampu memenuhi kuota tambahan secara penuh.
Beberapa analis juga menilai bahwa strategi OPEC+ sebenarnya lebih berorientasi pada perebutan pangsa pasar global ketimbang sekadar mengendalikan harga. Langkah ini terlihat jelas dari konsistensi aliansi tersebut dalam menambah pasokan meski ada risiko harga kembali melemah.
Kim Fustier, analis senior sektor minyak dan gas global HSBC Plc., mengatakan:
“Kami pesimistis kelompok ini akan bergeser dari posisinya, kecuali jika harga minyak mengalami penurunan tajam.”
Faktor Politik Ikut Mempengaruhi
Selain isu produksi, faktor politik juga ikut memengaruhi dinamika harga minyak dunia. Rencana pertemuan OPEC+ berlangsung berdekatan dengan kunjungan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman ke Washington pada November 2025.
Dalam agenda tersebut, Mohammed bin Salman dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Salah satu topik utama yang akan dibahas adalah harga energi global. Trump, yang menghadapi tekanan domestik akibat inflasi tinggi, terus mendesak Arab Saudi dan sekutunya agar menurunkan harga minyak.
Bagi AS, harga energi yang lebih rendah dapat membantu mengendalikan inflasi, sekaligus membuka ruang bagi Federal Reserve untuk melakukan pelonggaran kebijakan suku bunga. Pertemuan bilateral ini diperkirakan akan memberi pengaruh signifikan terhadap arah kebijakan produksi OPEC+ selanjutnya.
Strategi Perebutan Pangsa Pasar
Langkah OPEC+ menaikkan produksi minyak secara bertahap menunjukkan adanya strategi jangka panjang untuk mempertahankan dominasi pasar global. Aliansi yang dipimpin Arab Saudi itu tampaknya ingin memperluas kembali pangsa pasar, terutama di tengah persaingan ketat dengan produsen minyak non-OPEC seperti Amerika Serikat dan Rusia.
Di sisi lain, permintaan minyak dunia diperkirakan masih tumbuh, terutama dari negara berkembang di Asia dan Afrika. Namun, laju pertumbuhan ini juga diimbangi oleh meningkatnya investasi energi terbarukan, sehingga OPEC+ harus bergerak cepat untuk mempertahankan peran dominannya di pasar energi global.
Prospek ke Depan
Keputusan OPEC+ untuk menambah produksi pada November 2025 akan menjadi ujian bagi keseimbangan pasar energi dunia. Jika permintaan global tidak cukup kuat untuk menyerap tambahan pasokan, harga minyak bisa kembali tertekan. Namun, jika konsumsi energi tetap solid, maka tambahan produksi ini justru dapat menstabilkan pasar.
Faktor eksternal seperti kebijakan moneter AS, kondisi geopolitik Timur Tengah, dan arah transisi energi global akan sangat menentukan pergerakan harga minyak ke depan. Bagi negara importir energi seperti Indonesia, tren harga minyak ini akan berdampak langsung pada APBN, subsidi energi, dan inflasi domestik.
Pasar Minyak Masih Rapuh
Harga minyak dunia yang melemah pada awal pekan ini mencerminkan sensitivitas pasar terhadap rencana kebijakan OPEC+. Rencana penambahan produksi pada November 2025 menjadi sinyal kuat bahwa Arab Saudi dan sekutunya lebih fokus pada perebutan pangsa pasar ketimbang menjaga harga tinggi.
Dengan banyaknya faktor yang memengaruhi, mulai dari politik global hingga kapasitas produksi, pasar minyak diperkirakan tetap rapuh dalam jangka pendek. Namun, dinamika ini juga membuka peluang baru bagi konsumen global untuk menikmati harga energi yang lebih terkendali di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.