
KabarPialang – Harga emas global kembali menunjukkan tren penguatan, bahkan ketika Amerika Serikat dan China – dua kekuatan ekonomi terbesar dunia – telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tensi dalam hubungan dagang mereka. Langkah ini seharusnya memberikan tekanan negatif pada harga logam mulia, namun justru sebaliknya, emas terus mencatatkan kenaikan.
Kesepakatan Dagang Tidak Meredam Minat terhadap Aset Safe Haven
Dalam pertemuan bilateral yang digelar di London, Menteri Perdagangan Amerika Serikat Howard Lutnick bersama Perwakilan Perdagangan China, Li Chenggang, menyatakan bahwa kedua negara telah menyepakati prinsip-prinsip dasar dari kerangka kerja untuk implementasi kesepakatan yang sebelumnya dirintis di Jenewa. Meskipun kesepakatan ini meredakan ketegangan geopolitik dan ekonomi global, harga emas tetap naik.
Harga emas batangan melonjak menjadi US$3.341 per ons, mencatatkan kenaikan 0,4% pada perdagangan dini hari waktu Singapura. Sepanjang pekan ini, logam mulia tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,8%, menandakan minat investor terhadap aset aman (safe haven) belum surut.
Investor Masih Menimbang Risiko Global
Biasanya, kondisi geopolitik yang mereda akan mengurangi minat terhadap aset seperti emas yang berfungsi sebagai pelindung nilai. Namun dalam kasus ini, pasar terlihat tetap berhati-hati. Investor tampaknya masih menunggu langkah konkret dari kesepakatan tersebut sebelum benar-benar merasa yakin bahwa risiko ketegangan dagang telah berakhir.
Alasan utama mengapa emas terus menguat adalah karena para investor masih memperkirakan adanya tekanan inflasi dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi AS pasca kesepakatan. Dengan adanya potensi risiko lanjutan dari arah kebijakan moneter dan geopolitik, permintaan terhadap emas tetap tinggi.
Bank Sentral dan Permintaan Global Jadi Pendorong Kenaikan
Salah satu faktor signifikan yang juga mendukung kenaikan harga emas adalah aksi beli besar-besaran dari bank-bank sentral global. Mereka terus menambah cadangan emas sebagai upaya diversifikasi dari aset berbasis dolar AS.
Lonjakan harga emas tahun ini, yang telah meningkat lebih dari 25% sejak awal tahun, sebagian besar juga dipicu oleh langkah Presiden Donald Trump yang menerapkan tarif tinggi dan kebijakan perdagangan proteksionis. Ketegangan tersebut mengguncang pasar dan meningkatkan permintaan terhadap aset yang dinilai lebih aman seperti emas, perak, dan platinum.
Logam Mulia Lainnya Ikut Menguat
Tak hanya emas, logam mulia lainnya juga menunjukkan tren penguatan. Harga perak naik mendekati level tertingginya dalam 13 tahun terakhir, sementara platinum meroket ke level tertinggi dalam empat tahun. Palladium juga mengalami kenaikan yang signifikan, didorong oleh ekspektasi permintaan industri yang lebih tinggi serta terbatasnya pasokan.
Dolar AS Menguat, Tapi Emas Tetap Tangguh
Sementara itu, indeks Dolar Spot Bloomberg mengalami kenaikan tipis. Biasanya, penguatan dolar akan melemahkan harga emas karena membuat logam mulia menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Namun, dalam kondisi saat ini, kekhawatiran pasar tampaknya lebih dominan daripada pengaruh nilai tukar.
Hal ini menunjukkan bahwa investor tetap memandang emas sebagai tempat berlindung dari ketidakpastian, bukan sekadar komoditas yang dipengaruhi oleh fluktuasi mata uang.
Lelang Obligasi AS Jadi Ujian Selanjutnya
Pasar kini menantikan lelang obligasi pemerintah AS yang dijadwalkan pada Kamis, 12 Juni 2025. Kinerja lelang tersebut akan menjadi indikator penting bagi investor global. Jika permintaan terhadap obligasi pemerintah AS melemah, hal itu bisa menjadi sinyal bahwa pasar semakin khawatir dengan utang pemerintah AS dan meningkatkan permintaan terhadap emas.
Lelang dengan respons lemah bisa mengindikasikan risiko fiskal yang lebih besar, yang pada gilirannya membuat investor semakin tertarik terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
Kenaikan harga emas yang terjadi di tengah meredanya ketegangan dagang antara AS dan China merupakan cerminan bahwa investor masih belum merasa aman dari ketidakpastian global. Meski ada sinyal positif dari perundingan perdagangan, kekhawatiran terhadap kebijakan tarif, inflasi, dan arah ekonomi global tetap membayangi.
Dengan bank sentral yang masih aktif menimbun emas, logam mulia ini tetap menjadi primadona dalam portofolio investasi global. Jika lelang obligasi AS menunjukkan sinyal negatif, bukan tidak mungkin harga emas akan kembali mencetak rekor baru dalam waktu dekat.