
KabarPialang – Harga minyak global melonjak setelah Ukraina menyerang fasilitas energi Rusia. Ketegangan geopolitik memicu kekhawatiran pasokan, sementara ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed memberi harapan pada permintaan energi.
Harga Minyak Kembali Menguat di Tengah Konflik Geopolitik
Harga minyak mentah dunia kembali mengalami kenaikan pada awal pekan ini, dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Serangan drone yang dilancarkan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia menimbulkan kekhawatiran serius akan gangguan pasokan global, sehingga menekan pasar energi internasional.
Data perdagangan pada Senin (25/8/2025) mencatat minyak mentah berjangka Brent menguat tipis sebesar 6 sen atau 0,09% ke level US$67,79 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik 9 sen atau 0,14% menjadi US$63,75 per barel. Meski kenaikannya tidak besar, sentimen pasar menunjukkan arah bullish akibat faktor geopolitik yang mendominasi.
Ukraina Tingkatkan Serangan ke Jantung Energi Rusia
Aksi militer Ukraina yang menyasar fasilitas energi strategis Rusia menjadi faktor utama yang menggerakkan harga minyak. Pada Minggu (24/8/2025), serangan drone Ukraina dilaporkan mengenai salah satu reaktor nuklir terbesar Rusia, sehingga menurunkan kapasitas produksi energi.
Tak hanya itu, kebakaran besar juga terjadi di terminal ekspor bahan bakar Ust-Luga, salah satu jalur penting bagi distribusi energi Rusia ke pasar internasional. Di saat bersamaan, kilang Novoshakhtinsk dengan kapasitas produksi hingga 5 juta ton minyak per tahun atau sekitar 100.000 barel per hari turut mengalami kerusakan parah. Kebakaran di kilang tersebut bahkan terus berlangsung hingga hari keempat tanpa bisa dipadamkan sepenuhnya.
Menurut analis energi dari IG, Tony Sycamore, keberhasilan Ukraina menyerang fasilitas energi utama Rusia meningkatkan risiko harga minyak bergerak lebih tinggi. “Pasar kini menilai bahwa setiap serangan tambahan berpotensi memangkas pasokan global dalam jumlah signifikan,” ujarnya.
Dampak Politik: AS Tekan Rusia Lewat Diplomasi dan Ancaman Sanksi
Selain memengaruhi pasar energi, serangan ini juga berdampak luas pada hubungan diplomasi internasional. Wakil Presiden AS, JD Vance, dalam sebuah wawancara televisi menekankan bahwa Rusia mulai menunjukkan tanda-tanda kompromi dalam negosiasi dengan Ukraina.
“Rusia kini memahami bahwa membentuk pemerintahan boneka di Kyiv adalah sesuatu yang mustahil. Mereka juga mulai mengakui pentingnya jaminan keamanan atas wilayah Ukraina,” kata Vance.
Namun, nada yang lebih keras datang dari Presiden AS Donald Trump. Ia menegaskan bahwa jika dalam dua pekan ke depan tidak ada kemajuan berarti menuju penyelesaian damai, Washington siap menjatuhkan sanksi baru terhadap Moskow. Sikap yang kontras dari dua pejabat tinggi AS ini menambah ketidakpastian geopolitik, yang pada akhirnya memperbesar risiko gejolak harga energi.
Kebijakan The Fed dan Sentimen Pasar Global
Selain faktor perang, dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat turut memberikan pengaruh terhadap harga minyak. Pada Jumat sebelumnya, Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, menyampaikan sinyal kemungkinan adanya pemangkasan suku bunga pada pertemuan bank sentral mendatang.
Langkah ini dipandang sebagai katalis positif bagi permintaan energi, sebab penurunan suku bunga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi global dan memperbesar konsumsi minyak.
Dalam catatan risetnya, ANZ menekankan bahwa suasana optimisme investor atau risk-on sentiment di pasar keuangan semakin kuat. “Minat investor terhadap komoditas meningkat, terutama setelah pasokan energi terganggu oleh eskalasi konflik Rusia–Ukraina,” tulis analis ANZ.
Prospek Pasar Energi ke Depan
Dengan kondisi geopolitik yang terus memanas, prospek harga minyak ke depan diperkirakan masih berada dalam tren naik. Analis memperkirakan bahwa jika ketegangan berlanjut, harga minyak Brent bisa menembus level US$68 per barel, bahkan menuju kisaran US$70–72 per barel.
Sementara itu, harga minyak WTI memiliki support di level US$63. Jika momentum penguatan berlanjut, WTI berpotensi bergerak menuju US$65 per barel.
Investor global kini menanti dua faktor kunci: perkembangan situasi di Ukraina serta keputusan Federal Reserve mengenai suku bunga. Kedua hal tersebut akan menjadi penentu utama arah pergerakan harga energi sepanjang paruh kedua 2025.
Kenaikan harga minyak dunia awal pekan ini memperlihatkan bagaimana pasar energi global masih sangat sensitif terhadap dinamika geopolitik. Serangan Ukraina terhadap fasilitas energi Rusia memicu lonjakan harga akibat potensi terganggunya pasokan, sementara ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed memperkuat optimisme permintaan.
Ketidakpastian geopolitik dan arah kebijakan moneter Amerika Serikat diperkirakan akan terus menjadi faktor dominan dalam menentukan harga minyak dalam beberapa bulan mendatang. Bagi pelaku pasar energi, kondisi ini memberikan peluang besar namun juga risiko tinggi yang harus diantisipasi dengan strategi cermat.