
KabarPialang – Nilai tukar rupiah kembali melemah di tengah penguatan dolar AS, dipengaruhi oleh kesepakatan dagang AS-Uni Eropa, ketidakpastian suku bunga The Fed, dan lonjakan PHK di dalam negeri.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Senin, 28 Juli 2025. Rupiah tercatat turun sebesar 43,5 poin atau sekitar 0,27% ke level Rp16.363,5 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS naik sebesar 0,5% ke level 98,13. Ini merupakan lanjutan dari pelemahan rupiah pada Jumat sebelumnya, di mana kurs sempat ditutup turun 25 poin ke posisi Rp16.320.
Pelemahan ini menunjukkan tekanan ganda terhadap rupiah, baik dari faktor global maupun domestik.
Kesepakatan Dagang AS-Uni Eropa Memicu Reaksi Pasar
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa pelemahan rupiah sebagian besar dipicu oleh respon pasar terhadap kesepakatan kerangka kerja dagang antara AS dan Uni Eropa. Dalam kesepakatan tersebut, AS menyetujui penurunan tarif impor barang-barang dari Eropa dari 30% menjadi 15%.
Kesepakatan ini dinilai sebagai sinyal positif bagi pasar global, tetapi pada saat yang sama memperkuat posisi dolar AS sebagai aset safe haven. Investor global menyambut baik penurunan ketegangan dagang ini, mendorong penguatan mata uang AS dan memberikan tekanan tambahan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
AS dan China Upayakan Gencatan Senjata Tarif
Faktor global lainnya yang ikut mempengaruhi pasar valuta asing adalah pertemuan pejabat tinggi AS dan China di Stockholm. Pertemuan ini ditujukan untuk memperpanjang gencatan senjata tarif yang akan berakhir pada 12 Agustus mendatang. Kedua negara disebut berkomitmen untuk tidak mengenakan tarif baru dalam waktu dekat.
Langkah ini diharapkan dapat menghindari eskalasi baru dalam konflik dagang AS-China yang telah lama membayangi kestabilan pasar global. Namun, ketidakpastian tetap membayangi karena belum ada kesepakatan jangka panjang yang dicapai.
Pasar Menanti Keputusan The Fed
Selain sentimen dari hubungan dagang internasional, pasar kini menanti pengumuman kebijakan suku bunga dari The Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari WIB.
Sebagian besar analis memperkirakan bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Berdasarkan probabilitas pasar, terdapat 96% kemungkinan bahwa suku bunga akan tetap, sementara 4% sisanya memperkirakan pemangkasan sebesar 25 basis poin.
Konferensi pers pasca rapat FOMC akan menjadi fokus utama investor, karena akan memberikan indikasi arah kebijakan suku bunga selanjutnya. Mayoritas pejabat The Fed tampaknya masih memilih sikap hati-hati, menunggu dampak lebih lanjut dari inflasi dan kondisi ekonomi sebelum mengambil keputusan pemangkasan suku bunga.
Tekanan Domestik: Angka Kemiskinan dan PHK
Dari dalam negeri, tekanan datang dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai angka kemiskinan terbaru. Per Maret 2025, angka kemiskinan nasional memang menurun ke 23,85 juta jiwa, yang merupakan angka terendah dalam dua dekade terakhir.
Namun, di balik penurunan ini, terdapat lonjakan kemiskinan di wilayah perkotaan. Angka kemiskinan kota naik dari 6,66% pada September 2024 menjadi 6,73% pada Maret 2025. Sementara itu, kemiskinan di perdesaan menurun dari 11,34% menjadi 11,03%.
Kenaikan kemiskinan di perkotaan menurut Ibrahim disebabkan oleh meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) laki-laki di kota, yang naik dari 5,87% menjadi 6,06%. Hal ini menunjukkan adanya tekanan serius di sektor ketenagakerjaan, khususnya di kawasan urban.
Lonjakan PHK Jadi Sinyal Buruk
Masalah ketenagakerjaan juga tercermin dari data Kementerian Ketenagakerjaan melalui portal Satudata. Sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat 42.385 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meningkat 32,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Provinsi dengan PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, dengan 10.995 kasus, disusul oleh Jawa Barat (9.494), Banten (4.267), dan DKI Jakarta (2.821). Lonjakan PHK ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk mengambil langkah cepat dalam menjaga stabilitas sosial ekonomi, khususnya di sektor industri dan manufaktur.
Proyeksi Rupiah ke Depan
Untuk perdagangan Selasa, 29 Juli 2025, Ibrahim memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif, dengan potensi pelemahan di kisaran Rp16.350 hingga Rp16.410 per dolar AS. Sentimen global yang belum pasti serta tekanan domestik dari lonjakan PHK dan perlambatan pemulihan ekonomi menjadi hambatan utama bagi penguatan rupiah dalam waktu dekat.
Pelemahan nilai tukar rupiah pada akhir Juli 2025 menunjukkan tekanan nyata dari sisi eksternal dan internal. Di tingkat global, kebijakan dagang AS, hubungan dengan China, serta keputusan suku bunga The Fed menjadi faktor penentu pergerakan mata uang.
Sementara itu, di dalam negeri, isu pengangguran dan kemiskinan kota akibat PHK massal memperbesar tekanan terhadap stabilitas rupiah. Dalam kondisi ini, sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan perlindungan sosial menjadi sangat penting untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.