
OJK mendukung usulan DPR menaikkan porsi free float emiten menjadi 30%. Kebijakan ini akan diterapkan bertahap demi menjaga likuiditas dan stabilitas pasar.
KabarPialang – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungan penuh terhadap usulan Komisi XI DPR RI untuk menaikkan porsi saham publik (free float) setiap emiten menjadi minimal 30%. Namun, OJK menegaskan bahwa kebijakan ini harus dijalankan secara bertahap agar tidak mengguncang stabilitas pasar dan likuiditas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menuturkan bahwa peningkatan porsi saham publik sejalan dengan upaya memperluas kepemilikan masyarakat di pasar modal serta memperkuat transparansi dan tata kelola emiten.
“Kalau ditanya setuju atau tidak, tentu kami setuju. Tapi penerapannya harus bertahap agar tidak menimbulkan tekanan di pasar,” ujar Inarno di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Latar Belakang Usulan DPR: Perkuat Keterbukaan dan Partisipasi Publik
Usulan DPR ini muncul dari dorongan untuk memperluas kepemilikan saham oleh publik, memperbaiki struktur pasar modal, serta meningkatkan daya tarik Indonesia bagi investor global.
Saat ini, aturan BEI masih menetapkan batas minimal free float sebesar 7,5%, angka yang jauh lebih rendah dibandingkan standar bursa internasional.
Sebagai perbandingan:
-
London Stock Exchange, Filipina, dan SGX (Singapura) menetapkan batas minimal di 10%,
-
Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong bahkan mencapai 25%.
Dengan target 30%, Indonesia berpotensi masuk jajaran bursa dengan tingkat likuiditas tinggi dan daya saing global yang kuat.
Tujuan Peningkatan Free Float: Dorong Likuiditas dan Transparansi
Menurut Inarno, peningkatan free float akan memberikan multiplier effect positif bagi pasar modal. Dengan lebih banyak saham beredar di publik, likuiditas perdagangan meningkat, pergerakan harga saham lebih sehat, dan transparansi meningkat karena kepemilikan lebih tersebar.
Langkah ini juga mendukung penerapan good corporate governance (GCG) di kalangan emiten. Dengan semakin banyaknya pemegang saham publik, perusahaan akan terdorong untuk meningkatkan kinerja, keterbukaan informasi, dan akuntabilitas.
Tantangan Implementasi: Risiko Tekanan Likuiditas
Meskipun manfaatnya besar, OJK menilai penerapan kebijakan ini harus dilakukan secara bertahap. Perubahan mendadak dikhawatirkan akan menimbulkan tekanan bagi emiten yang belum siap menambah saham beredar di publik.
Langkah bertahap memungkinkan perusahaan melakukan penyesuaian strategi bisnis dan struktur kepemilikan tanpa mengganggu harga saham dan stabilitas pasar.
“Kita harus pastikan perubahan ini tidak menimbulkan guncangan di pasar. Implementasi bertahap adalah langkah realistis,” tegas Inarno.
Pandangan Analis: Momentum Positif bagi Daya Saing Pasar Modal
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai kebijakan ini sebagai langkah strategis memperkuat posisi pasar modal Indonesia di kancah global.
“Jika free float besar, otomatis likuiditas meningkat dan pasar jadi lebih atraktif bagi investor internasional,” ujarnya.
Menurut Nafan, bursa di negara maju rata-rata memiliki porsi free float tinggi. Kondisi ini menciptakan saham unggulan (blue chip) yang lebih likuid dan stabil, membuat investor institusi global lebih percaya diri bertransaksi.
Ia menambahkan, peningkatan free float juga akan menumbuhkan kepercayaan investor asing, mendorong arus modal jangka panjang, dan memperkuat fundamental pasar.
Manfaat Jangka Panjang: Kredibilitas dan Tata Kelola yang Lebih Baik
Kenaikan porsi free float ke 30% diharapkan menjadi katalis positif bagi penguatan struktur kepemilikan publik dan integritas pasar modal Indonesia. Beberapa manfaat yang bisa dicapai antara lain:
-
✅ Likuiditas meningkat karena lebih banyak saham diperdagangkan
-
✅ Harga saham lebih mencerminkan nilai fundamental
-
✅ Kepercayaan investor global meningkat
-
✅ Penerapan GCG lebih kuat karena kontrol publik lebih besar
-
✅ Daya saing pasar modal Indonesia meningkat di mata dunia
Kebijakan ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dan otoritas terhadap reformasi pasar modal yang berorientasi transparansi dan keberlanjutan.
Kesimpulan: Reformasi Bertahap Menuju Pasar Modal yang Lebih Kuat
Dukungan OJK terhadap usulan DPR untuk menaikkan free float emiten menjadi 30% mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat ekosistem pasar modal Indonesia.
Penerapan bertahap menjadi strategi terbaik untuk memastikan transisi yang mulus, tanpa mengganggu likuiditas dan kestabilan pasar.
Kebijakan ini diharapkan membawa angin segar bagi investor domestik dan asing, sekaligus memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui pasar modal yang transparan, likuid, dan kompetitif.
“Kami dukung peningkatan free float, tapi harus bertahap. Yang penting, pasar tetap stabil dan sehat,” pungkas Inarno Djajadi.