
Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi 8+4+5, menempatkan dana Rp200 triliun di perbankan, dan BI memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75%. Langkah besar ini diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi RI ke level 5%.
KabarPialang – Ekonomi Indonesia memasuki babak baru dengan suntikan stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah menggulirkan tiga kebijakan strategis sekaligus: peluncuran paket kebijakan ekonomi 8+4+5, penempatan dana Rp200 triliun di sektor perbankan, serta penurunan suku bunga acuan BI Rate. Langkah terkoordinasi ini diharapkan menjadi mesin penggerak tambahan agar pertumbuhan ekonomi nasional mampu menembus level 5% di tengah ketidakpastian global.
Pertumbuhan Ekonomi Butuh Dorongan Ekstra
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 4,87% pada kuartal I-2025 dan meningkat ke 5,12% di kuartal II. Namun, tren melambat diperkirakan akan muncul di kuartal III dan IV akibat pelemahan permintaan global, perlambatan perdagangan internasional, serta fluktuasi harga komoditas. Untuk itu, pemerintah menilai perlu adanya rangkaian stimulus masif yang bisa menjaga momentum pertumbuhan.
Paket Kebijakan Ekonomi 8+4+5
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto resmi memperkenalkan Program Paket Ekonomi 2025 yang disebut 8+4+5. Angka tersebut merepresentasikan delapan program akselerasi tahun 2025, empat program yang dilanjutkan pada 2026, serta lima program kendaraan pemerintah untuk mendorong penyerapan tenaga kerja.
Beberapa poin penting dalam paket ini antara lain:
-
Program magang lulusan baru
Pemerintah bekerja sama dengan sektor industri untuk memberikan kesempatan magang bagi lulusan perguruan tinggi yang belum genap satu tahun. Target awal mencakup 20 ribu peserta, dengan insentif uang saku setara UMP selama enam bulan. Anggaran tahap pertama mencapai Rp198 miliar. -
PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP)
Kebijakan ini diperluas ke sektor pariwisata, hotel, restoran, dan kafe. Sekitar 552 ribu pekerja menjadi target penerima manfaat, dengan anggaran Rp120 miliar. -
Bantuan pangan beras
Selama Oktober–November 2025, pemerintah menyalurkan 10 kilogram beras per bulan bagi jutaan keluarga. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp7 triliun. -
Subsidi iuran JKK dan JKM
Perlindungan ini ditujukan untuk pekerja non-upah seperti pengemudi ojek online, sopir, kurir, hingga tenaga logistik. Lebih dari 731 ribu pekerja akan mendapat potongan iuran 50% selama enam bulan, dengan jaminan santunan kecelakaan kerja, santunan kematian, dan beasiswa pendidikan anak. -
Program perumahan BPJS Ketenagakerjaan
Pemerintah menurunkan bunga kredit perumahan dari BI rate +5% menjadi BI rate +3%. Pengembang juga mendapat bunga lebih rendah, dari +6% menjadi +4%, agar pekerja lebih mudah memiliki rumah. -
Padat karya tunai (cash for work)
Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan menyiapkan program padat karya dengan target 609 ribu penerima manfaat hingga akhir 2025. Anggaran yang digelontorkan mencapai Rp5,3 triliun. -
Percepatan deregulasi izin usaha
Melalui revisi Peraturan Pemerintah No. 28/2025, pemerintah ingin mempermudah investasi dengan mengintegrasikan sistem OSS dan memperluas RDTR ke 50 daerah di 2025 serta 300 daerah di 2026.
Airlangga menegaskan, program-program tersebut bukan hanya untuk memperkuat daya beli masyarakat, melainkan juga menjaga momentum investasi serta menyediakan lapangan kerja baru.
Dana Rp200 Triliun Diguyur ke Perbankan
Langkah besar lain datang dari Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menarik sebagian dana pemerintah dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan SiLPA, lalu menyalurkan kembali ke sistem perbankan sebesar Rp200 triliun.
Dana jumbo ini ditempatkan di lima bank besar:
-
BRI Rp55 triliun
-
BNI Rp55 triliun
-
Bank Mandiri Rp55 triliun
-
BTN Rp25 triliun
-
BSI Rp10 triliun
Kebijakan ini bertujuan mendorong likuiditas agar bank lebih agresif menyalurkan kredit produktif. Pemerintah menegaskan dana tersebut tidak boleh ditempatkan kembali di instrumen BI maupun Kementerian Keuangan, sehingga bank terdorong menyalurkannya langsung ke dunia usaha. Efek lanjutan yang diharapkan adalah penurunan bunga kredit sehingga masyarakat, khususnya pelaku usaha, bisa memperoleh akses pembiayaan lebih murah.
BI Rate Turun ke 4,75%
Dukungan lain datang dari Bank Indonesia (BI) yang memutuskan memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% pada September 2025.
Selain itu, BI juga memangkas suku bunga deposit facility sebesar 50 bps ke 3,75%, dan suku bunga lending facility dipangkas 25 bps ke 5,50%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa keputusan ini sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap terkendali di kisaran 2,5±1% pada 2025–2026, serta upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial longgar untuk menambah likuiditas, memperluas kredit, dan mendukung ekspansi usaha.
Selain kebijakan moneter, BI berkomitmen memperkuat sistem pembayaran digital melalui perluasan akseptasi, peningkatan infrastruktur, serta ketahanan industri sistem pembayaran. Dengan langkah ini, BI berharap transformasi digital mampu ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dampak dan Prospek ke Depan
Tiga kebijakan besar ini — paket kebijakan ekonomi 8+4+5, penempatan dana Rp200 triliun di perbankan, dan pemangkasan BI Rate — menandai upaya simultan pemerintah dan otoritas moneter untuk menstimulasi perekonomian.
Dengan tambahan likuiditas, dukungan fiskal, serta bunga kredit yang lebih murah, diharapkan konsumsi rumah tangga dan investasi swasta dapat terakselerasi. Meski tantangan global masih mengintai, optimisme tumbuh bahwa ekonomi Indonesia mampu menjaga pertumbuhan di kisaran 5% hingga akhir 2025.
Bagi pelaku usaha, momentum ini membuka peluang untuk ekspansi, memperluas produksi, dan meningkatkan daya saing. Sementara bagi masyarakat, manfaat langsung berupa bantuan sosial, program magang, subsidi perumahan, hingga keringanan bunga kredit diproyeksikan akan memperkuat daya beli.